Minggu, 27 Juni 2010

REVOLUSI DIRI ; "Mushaib Bin Umair"

by; m. iman taufiqurrahman


Dia adalah seorang “pemuda perlente” yang menjadi pujaan kaum wanita di Makkah. Pemuda yang selalu hidup dengan semerbak Parfum, yang harumnya sering mendahului kedatangannya. Kepandaiannya berkomunikasi dan memecahkan masalah, menjadikan dia selalu ditunggu dikalangan pemuda Makkah saat itu, seakan akan pertemuan apapun tidak lengkap tanpa kehadiran pemuda perlente tersebut.

Dialah Mush’aib Bin Umair, pemuda terkemuka dikalangannya dan hidup bergelimang dengan kemewahan dan asuhan manja ibunya. Jadilah dia sebagai anak yang sangat mencintai ibunya diatas segalanya.

Dakwah Islam sampai ke telinganya, menembus memanah hingga ke akal budinya, diam diam akalnya menyetujui dakwah Islam. Menggetarkan jiwanya hingga, bergemuruh sambil membenarkan ajakan Islam yang langsung dibawakan oleh Rasulullah SAW. Mulutnya akhirnya bergerak sambil keluar suara haru KALIMAT SYAHADAT, tanda ia masuk Islam.

Revolusi total terjadi dalam diri Mush’aib, hingga terpilih menjadi Assabiqunal Awwalun / kader inti perjuangan (PIONER) gerakan Risalah.

Ada sesuatu yang unik dalam dirinya. Dia adalah Pemuda pemberani, siap menghadapi musuh islam manapun, bahkan jika harus menghadapi para pendekar-pendekar Negara Hijaz seluruhnya. Tetapi jika harus berhadapan dengan ibunya, ia lumpuh tak berdaya, takut karena hormat dan sayang kepada Ibunya. Ketakutan kepada Ibunya yang sangat fanatic dengan idiologi BERHALAISME, menyebabkan ia harus menutup rapat-rapat eksistensi dirinya sebagai muslim.

Aktifitas dakwah dan intensitasnya mendatangi pusat gerakan rahasia yaitu di DAARUL ARQAM, rupanya diketahui oleh Badan Intelejen Negara HIjaz. Hingga setelah data awal indikasi keterlibatan Mush’aib dalam gerakan Risalah dipandang cukup, maka intelejen tersebut akhirnya membocorkan eksistensi Mush’aib kepada ibunya sendiri.

Disidanglah Mush’aib di hadapan keluarga besarnya, termasuk ibunya. Kesempitan ini dimanfaatkan dan disulap menjadi kesempatan dakwah bagi Mush’aib. Mush’aib dengan penuh hikmah mengurai intisari keyakinannya yang di sertai argument wahyu yang tak terbantahkan.

Demi mendengar dakwah Mush’aib yang jelas, Ibunya semakin marah. Keyakinan idiologi berhalaisme ibunya , mendorong dia untuk menghantarkan pukulan dan tamparan keras kemuka Mush’aib. Tetapi ketika tamparan itu hendak mendarat dimuka Mush’aib, ditarik kembali tangannya, diurungkan niat untuk memukulnya. Mungkin rasa sayang ibunya, juga wibawa mush’aib yang memancar bak mentari dhuha, yang menyebabkan ia harus menarik kembali niatnya dan mengendalikan emosinya.

Tetapi rasa belanya terhadap idiologi berhalaisme ibunya, akhirnya sangsi berat untuk Mush’aib di berikan pula. Mualilah Mush’aib di boikot oleh ibunya, kemewahan yang selama ini digelontorkan kepada Mush’aib mulai ditarik, aktifitasnya juga dibatasi dengan sangat ketat. Tetapi Mush’aib bukannya berhenti berdakwah. Baginya, Dakwah adalah kehormatan dan jalan menuju kemuliaan, harga dirinya ada dijalan Dakwah Fi Sabilillah. Dia melawan terhadap tekanan ibunya.


Suatu Revolusi diri yang berbalik arah 180 derajat. Anak manja yang sangat sayang dan disayang ibunya, kini harus berhadap-hadapan dengan ibunya dengan penuh permusuhan. Pemuda yang terbiasa dengan gemerlap kemewahan pemberian orang tuanya, kini harus hidup dengan sangat bersahaja, bahkan mungkin serba kekurangan karena diboikot total logistic oleh Ibunya. Kaum wanita yang dulu mengidolakan dan mengidam idamkan nya kini berbalik pada membenci dan menjauhinya. Para pemuda yang dulu selalu menunggu kehadirannya kini malah menutup pintu rapat-rapat akan kehadirannya. Bahkan kini PEMUDA: Mush’aib terpenjara dirumah ibunya dengan pintu yang terkunci rapat.

Terhadap hal ini Rasulullah SAW berkata,
”Dahulu saya melihat Mush’ab ini tak ada yang mengimbangi dalam memperoleh kesenangan dari orang tuanya, kemudidan ditinggalkannya semua itu demi cintanya kepada Allah dan Rosulnya”.

Cintanya kepada Allah dan Rasul-Nya yang membuat pemuda Mush’aib berani meninggalkan segala kesenangan duniawi menuju keridhaan Allah.

Suatu revolusi diri setelah Syahadat dikumandangkan. Dengan syahadat yang dikumandangkan, tershibghahlah diri Mush’aib dengan shibghah (celupan) Allah. Cinta mati kepada ibunya, kini berubah menjadi cinta yang totalitas kepada Allah dan Rasulnya. Syahadat yang sanggup memutuskan tali ikatan kekerabatan, keduniaan, kesenangan, dan popularitas, jika harus mempertahankan tali ikatan keislaman.

[2:138]
shibghah (celupan) Allah. Dan siapakah yang lebih baik shibghah (celupan) nya dari pada Allah? Dan hanya kepada-Nya-lah kami menyembah. (AL BAQARAH (Sapi betina) ayat 138)

[2:207] Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya.


Saudara-saudaranya sesama muslim diluar rumah “kurungan” Muhs’aib merencanakan strategi pelarian. Setelah lama rencana disusun, akhirnya Mush’aib berhasil mengelabui ibunya dan para penjaga-penjaganya. Hingga Mush’aib dipilih menjadi salah satu utusan ke Etiopia (habsyi) untuk melaksanakan program dakwah diluar Negara Hijaz.

Kepulangan dari Habsyi (Etiopia), Mush’aib disambut Ibunya dengan kemarahan luar biasa. Hingga hendak mengurungnya lagi. Namun kini Mush’aib semakin mantap, malah menantang ibunya. Hingga ibunya mengancam akan menyuruh orang-orang suruhannya untuk membunuh anaknya sendiri.

Mush’aib kini bukanlah Mush’aib dahulu, Mush’aib kini adalah Mush’aib yang sudah tercelup dengan celupan Allah (Shibghatullah). Ancaman bunuh dari ibunya sendiri tidak sedikitpun membuat dirinya gentar. Ibunya yang melihat anaknya kini yang sudah berubah 180 derajat, kini putus asa meluluhkan anak kesayangannya sendiri. Akhirnya ia lepas anaknya dengan cucuran air mata kesedihan.

Mush’aib pun berlinang air mata. Ucapan perpisahan penuh haru yang diucapkan Mush’aib menguap kelangit tanpa berbalas satu katapun dari ibunya. SUBHANALLAH

2 komentar: